Evaluasi Psikologis (Psychological Assessment)

Selasa, 08 Maret 2011 ·

Anastasi (1988), salah satu psikolog terkenal dalam bidang pengetesan, mendefinisikan sebuah tes sebagai suatu pengukuran yang “objektif” dan “sudah distandarkan” terhadap suatu sampel perilaku. Definisi ini memusatkan perhatian pada 3 (tiga) elemen:
  1. objektivitas: bahwa, setidaknya secara teoritis, sebagian besar aspek dari suatu tes, seperti bagaimana suatu tes diskor dan bagaimana skor tersebut diinterpretasikan, bukan merupakan suatu fungsi/hasil keputusan yang subjektif dari seorang pemeriksa (examiner), melainkan didasari oleh kriteria yang objektif;
  2. standarisasi: bahwa, siapa pun yang mengadministrasi, menskor, dan menginterpretasi suatu tes, terdapat suatu keseragaman prosedur; dan
  3. suatu sampel perilaku: suatu tes bukanlah suatu röntgen psikologis atau pun seharusnya mengungkap konflik-konflik tersembunyi/terpendam dan harapan-harapan terlarang/haram; suatu tes merupakan suatu sampel dari perilaku seorang individu, yang diharapkan merupakan suatu sampel yang representatif (mewakili/menggambarkan), yang kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan dan hipotesis-hipotesis.

3 (Tiga) Cara Lain Memandang Manfaat Pengetesan Psikologis

  1. Meninjau suatu tes psikologis sebagai suatu wawancara: Ketika psikolog mengadministrasikan suatu tes di dalam kelas, pada dasarnya peserta sedang diwawancarai oleh instruktur tes untuk menentukan tingkat aspek-aspek psikologis yang diukur dalam tes tersebut. Dalam sebagian besar situasi, psikolog perlu “berbicara” dengan peserta, perlu mengetahui tingkat aspek-aspek psikologis. Misalnya, jika suatu perusahaan/organisasi sedang merekrut seorang arsitek untuk mendesain gedung kantor perusahaan-perusahaan kliennya, maka perusahaan/organisasi tersebut perlu mengevaluasi kompetensi yang dimiliki oleh kandidat-kandidat arsitek yang hendak dipekerjakan. Dengan demikian, “wawancara-wawancara” diperlukan, namun suatu pengetesan psikologis menawarkan banyak manfaat dibandingkan dengan suatu wawancara yang sudah distandarkan. Dengan suatu pengetesan psikologis, psikolog dapat: (1) mewawancarai 10, 30, 50, atau 1.000 kandidat pada saat yang bersamaan, (2) melakukan evaluasi yang jauh lebih objektif karena [misalnya] lembar-lembar jawaban pilihan ganda tidak mendiskriminasikan kandidat berdasarkan jenis kelamin, etnis, atau pun agama.
  2. Meninjau tes-tes psikologis sebagai alat-alat: Banyak industri/bidang memiliki alat-alat spesifik untuk melakukan pekerjaan. Misalnya, para dokter memiliki pisau bedah dan sinar X, para ahli kimia memiliki pembakar Bunsen. Hanya karena seseorang dapat menggunakan pisau bedah atau menyalakan pembakar Bunsen, tentu tidak membuatnya menjadi “ahli” dalam bidang tersebut. Penggunaan terbaik dari suatu alat adalah di tangan para profesional terlatih karena alat hanyalah merupakan suatu bantuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Namun, pengetesan-pengetesan psikologis bukan hanya merupakan alat-alat psikologis, melainkan juga memiliki akibat-akibat/reaksi-reaksi politis dan sosial. Misalnya, pengetesan psikologis (istilah yang sering digunakan adalah fit and proper test) dalam menentukan kandidat mana yang masuk dalam daftar pendek calon direktur di organisasi pemerintah/sosial tertentu sekaligus menunjukkan upaya untuk meningkatkan/memperbaiki kinerja organisasi tersebut, publikasi yang tepat sasaran berkaitan dengan batasan skor penerimaan karyawan baru di suatu perusahaan tertentu sekaligus merupakan langkah branding (penciptaan/pemeliharaan citra atau suatu kualitas tertentu yang dimiliki) perusahaan tersebut.
  3. Meninjau pengadministrasian suatu tes sebagai suatu eksperimen: Dalam jenis eksperimen yang klasik, individu yang melakukan percobaan mempelajari suatu fenomena dan mengamati hasil-hasilnya, sementara pada waktu yang sama memeriksa seluruh variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi hasil percobaan (extraneous variables), sehingga hasil-hasilnya berasal dari suatu penyebab yang mendahuluinya. NAMUN, dalam pengetesan psikologis, biasanya tidak dimungkinkan untuk mengontrol seluruh extraneous variables. Perumpamaan di sini bermanfaat untuk memusatkan perhatian pada prosedur-prosedur yang sudah distandarkan, pada eliminisasi (penyisihan) penyebab-penyebab yang bertentangan, pada kontrol eksperimen, dan pada hipotesis-hipotesis hasil percobaan yang dapat diuji lebih jauh lagi. Oleh karena itu, jika seorang psikolog mengadministrasikan suatu tes inteligensi kepada “A”, maka psikolog tersebut perlu memastikan bahwa skor yang diperoleh “A” mencerminkan tingkat inteligensinya, ketimbang kemampuan “A” untuk mengikuti instruksi-instruksi, tingkat rasa lapar saat pagi hari belum sarapan, ketidak-nyamanan “A” dalam situasi pengujian, atau pengaruh-pengaruh lainnya.

Pengetesan Psikologis (Psychological Testing) vs. Evaluasi Psikologis (Psychological Assessment)

Evaluasi psikologis pada dasarnya merupakan suatu proses penilaian yang mana suatu informasi yang luas, seringkali mencakup hasil-hasil pengetesan-pengetesan psikologis, diintegrasikan (dipadukan/digabungkan) menjadi suatu pemahaman yang bermakna dari seorang individu tertentu. Pengetesan psikologis merupakan suatu konsep yang lebih sempit, yang mengacu pada: (1) aspek-aspek psikometri dari suatu tes (suatu informasi teknis tentang tes tersebut), (2) administrasi dan penskoran aktual dari suatu tes, dan (3) interpretasi yang dibuat berdasarkan skor-skor tersebut. Tentu saja bisa mengevaluasi aspek psikologis tertentu dari seorang individu hanya dengan mengadministrasi suatu tes atau kelompok tes (battery of tests). Namun, dalam melakukan evaluasi, psikolog biasanya juga menggunakan wawancara, ditambah dengan menggali informasi dari orang/sumber lain (bila tepat dan praktis/dimungkinkan untuk dilakukan) untuk memperoleh informasi latar belakang peserta tes.


Tujuan Pengetesan Psikologis

Pengetesan psikologis digunakan untuk tujuan-tujuan yang sangat variatif dan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori umum:
  1. klasifikasi, menyangkut suatu keputusan bahwa seorang individu berada di dalam suatu kategori tertentu. Misalnya, berdasarkan hasil-hasil pengetesan, seorang individu ditempatkan pada posisi pekerjaan tertentu yang sesuai, seorang individu dinilai sudah memenuhi kualifikasi minimum untuk dipromosikan jabatannya dalam suatu perusahaan/organisasi, seorang individu diikut-sertakan dalam suatu jenis dan bentuk pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja, namun belum dimilikinya pada saat itu.
  2. pemahaman diri, menyangkut penggunaan informasi hasil-hasil pengetesan sebagai suatu sumber informasi tentang diri seseorang. Informasi tersebut mungkin sudah diketahui oleh individu yang bersangkutan, namun tidak dalam cara yang formal. Misalnya, “A” melamar pekerjaan sebagai seorang pengembang perangkat lunak (software developer) junior dan berpartisipasi dalam sesi pengetesan psikologis di suatu perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya (norma tes), “A” memiliki tingkat inteligensi umum di atas rata-rata, kemandirian berpikir dan kemampuan verbal pada tingkat rata-rata, kemampuan numerik, daya tangkap, dan daya analisis pada tingkat di atas rata-rata, serta daya sintesis pada tingkat rata-rata, yang mana mengkonfirmasikan “A” mempunyai kemampuan-kemampuan yang potensial (memiliki kapasitas untuk dapat dikembangkan pada masa yang akan datang menjadi suatu keberhasilan/manfaat tertentu) yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan sebagai seorang software developer junior.
  3. evaluasi program, menyangkut penggunaan pengetesan psikologis untuk mengevaluasi efekivitas suatu program tertentu atau langkah-langkah tindakan tertentu. Misalnya, 3 (tiga) bulan setelah diadakannya suatu program konseling bagi karyawan di suatu perusahaan, diadakan pengetesan psikologis untuk mengevaluasi efektivitas program tersebut (misalnya, melalui indikator penurunan tingkat stres karyawan).
  4. penyelidikan/penelitian ilmiah, menyangkut penggunaan pengetesan psikologis oleh para profesional, praktisi dan/atau akademisi, yang banyak ditemukan dalam jurnal-jurnal ilmu sosial dan perilaku, untuk mendefinisikan secara operasional variabel-variabel yang relevan (berkaitan secara langsung) dan untuk menerjemahkan hipotesis-hipotes menjadi pernyataan-pernyataan numerik yang dapat dievaluasi secara statistik. Bahkan, beberapa peneliti berpendapat bahwa pengembangan suatu bidang ilmu pengetahuan, sebagian besar, merupakan fungsi/hasil dari teknik-teknik pengukuran yang ada/digunakan (Cone & Foster, 1991; Meehl, 1978).

Pengetesan Psikologis dalam Pengambilan Keputusan

Dalam kehidupan nyata, keputusan-keputusan perlu dibuat. Untuk menerima setiap kandidat (pelamar yang sudah masuk dalam daftar pendek melalui seleksi dokumen lamaran atau wawancara oleh tim manajemen/calon atasan) yang melamar untuk bekerja di suatu perusahaan/organisasi, tidak hanya akan menciptakan permasalahan-permasalahan finansial bagi perusahaan, namun juga menimbulkan situasi yang “kacau”, seperti ketidak-adilan/ketidak-puasan bagi karyawan baru yang ketika melamar untuk bekerja belum sepenuhnya mengetahui potensi yang dimilikinya (sehingga mungkin potensi yang dimilikinya tidak sesuai—bisa kurang atau lebih—untuk pekerjaan yang dilamarnya pada saat itu) dan kemudian mengalami penurunan motivasi berprestasi atau bahkan stres pada saat bekerja, ketidak-adilan/ketidak-puasan bagi “mereka” (atasan, rekan kerja, dan/atau tim pengembangan SDM) yang turut mencurahkan energi dan waktu dalam ketidak-berhasilan usaha-usaha pengembangan kinerja karyawan yang dinilai kurang memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk posisi pekerjaan tersebut sementara di sisi lain mungkin pemenuhan standar kinerja “mereka” juga dinilai dari kemampuan untuk mengembangkan orang lain (developing others), dan juga ketidak-adilan/ketidak-puasan bagi klien-klien perusahaan atau masyarakat umum yang menerima layanan perusahaan yang kurang optimal dari karyawan tersebut (atau bahkan dinilai tidak kompeten), sehingga secara tidak langsung turut memberikan dampak negatif bagi pemeliharaan citra perusahaan/organisasi tersebut.

Sebagian besar psikolog setuju bahwa keputusan-keputusan mayor/utama seharusnya tidak didasari oleh hasil suatu administrasi tes yang tunggal, misalnya hanya berdasarkan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebagai hasil tes prestasi, atau skor Intelligence Quotient (IQ) sebagai hasil pengetesan inteligensi saja. Namun seringkali, data hasil pengetesan psikologis masih menjadi satu-satunya sumber data objektif yang standar bagi seluruh kandidat; sementara sumber-sumber data lainnya seperti wawancara, nilai-nilai mata kuliah tertentu, surat-surat rekomendasi, nilai-nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh dari universitas yang berbeda, atau pun laporan-laporan/surat-surat yang diberikan oleh penilai lainnya seluruhnya masih dianggap bersifat “variabel” (tidak konsisten, tidak memiliki pola yang tetap).

Sebagai psikolog, sekaligus sebagai peneliti, George Domino dan Marla L. Domino (2006) menggunakan kombinasi sumber-sumber data dalam membuat prediksi-prediksi yang relevan. Mereka menyampaikan: (1) suatu prinsip psikologi umum bahwa perilaku masa lalu merupakan sumber terbaik untuk memprediksi perilaku yang akan datang, dan (2) sebuah proposisi (pernyataan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan kembali) yang sudah dibuktikan bahwa hasil-hasil pengetesan psikologis dapat menyediakan informasi yang sangat berguna untuk membuat prediksi-prediksi yang lebih akurat.

Referensi:
  • Domino, G. & Domino, M. L. (2006). Psychological testing: An introduction. New York: Cambridge University Press.
  • Groth-Marnat, G. (2003). Handbook of psychological assessment (4th ed.). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Terima kasih Anda sudah membaca tulisan ini.

0 komentar:

Psikolog Indonesia Belajar & Berbagi

Tulisan-tulisan di dalam blog ini sepenuhnya merupakan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh dari pengalaman, bahan bacaan, dan/atau hasil studi, yang dinilai dapat bermanfaat bagi kolega, rekan kerja, teman, keluarga, serta masyarakat luas. Tanggapan-tanggapan, baik berupa diskusi (setuju atau pun tidak setuju beserta alasan-alasannya), pengalaman pribadi dan/atau orang lain, pertanyaan, kritik, dan/atau saran, atas tulisan-tulisan yang ditampilkan selalu terbuka bagi para penulis dan pembaca lain, demi tujuan-tujuan yang konstruktif, khususnya belajar dan berbagi bersama.

Blog ini ditujukan bagi para penulis dan pembaca untuk belajar menyampaikan informasi dan pengetahuan yang dimiliki secara cuma-cuma kepada siapa saja yang mungkin membutuhkan, sekaligus belajar menerima informasi dan pengetahuan baru dari para penulis dan pembaca lain yang bersedia menuliskan tanggapan atas tulisan-tulisan yang ditampilkan.

Blog ini dibuat dan dikembangkan setelah adanya pemahaman tentang analogi 'Laut Mati' yang disampaikan oleh seorang praktisi SDM di salah satu perusahaan multinasional: Tidak ada kehidupan di Laut Mati, karena Laut Mati hanya menerima, namun tidak memberi (alias berbagi). Beberapa waktu sebelumnya, seorang teman menggunakan analogi 'Gunung Tinggi' untuk menunjukkan bahwa: Tidak menyenangkan dan sunyi berada di atas Gunung Tinggi seorang diri hanya karena diri memilih dan berkeinginan untuk mengetahui segala sesuatunya tentang dunia, lalu tidak ingat pentingnya berbagi pengetahuan untuk bisa terus-menerus belajar. Seorang bijak lainnya menambahkan: Belajar dan berbagi dalam hidup sangat penting agar manusia tidak menjadi arogan.

Nah, bagi siapa pun yang hendak turut menuliskan ide/pemikiran melalui blog ini, silahkan mengirimkan nama lengkap, deskripsi diri, dan contoh tulisan ke: tjo.ellys@gmail.com, untuk ditambahkan ke dalam Daftar Penulis blog ini. Mohon cantumkan referensi bila mengutip dari sumber bacaan/film/karya lain.

Selain itu, via alamat email tersebut, Anda bisa juga mengirimkan tanggapan-tanggapan, topik-topik ide/pemikiran untuk dituliskan, dan/atau KONSULTASI atau KONSELING GRATIS dengan Administrator dalam batasan kode etik profesi sebagai psikolog. Anda dapat mengajukan diri pula untuk ditambahkan ke dalam atau dihapuskan dari mailing list (daftar penerima informasi bila diterbitkan tulisan-tulisan baru) blog ini. Tentu, sebelumnya Anda perlu menjadi follower blog ini dengan mengklik icon 'Follow' di bagian 'PENGIKUT BLOG INI'.

Ditunggu ya partisipasinya ... :)
Terima kasih.

Salam & Semangat Belajar & Berbagi,
Ellys Tjo, M.Psi., Psikolog, CHRP
selaku Administrator

Kutipan

It is a fine thing to have ability, but the ability to discover ability in others is the true test. ~Elbert Hubbard (1856-1915)
For me, words are a form of action, capable of influencing change. ~Ingrid Bengis (1944 - ...), quoted by Barack Obama in one of his 2008 campaign speeches.

Pengikut Blog Ini

Penelusuran Lainnya